Kali ini aku ingin berbagi pengalaman pertamaku dapet surat tilang dari polisi, he..
Ceritanya, tanggal 16 Desember 2010, aku melanggar pasal 29 bla bla bla, mungkin isinya tentang tidak memakai helm strandar SNI atau yang sejenisnya. Memang, hari itu aku membonceng teh Leni dari gerbang atas UPI sampai kosannya di belakang terminal Ledeng. Namun, di tengah perjalanan, seorang polisi –yang memang selalu dan sepertinya selamanya bertugas disitu- menyuruhku menepikan mio-ku. Dia menanyakan SIM-ku lalu dengan sepontan aku mengeluarkannya dan ia mengambilnya. Ia pun menyebrang, menuju pos –payung besar- nya. Seseorang memberitahuku untuk mengikutinya.
“Aduh, gimana dong piet?” panik teh Leni.
“Nyante z teh,” sahutku. Heuheu, padahal jantungku dah gak karuan coz ini pertama kalinya aku melanggar peraturan.
Aku pun mengikuti pak polisi itu. Dia mencatat data-dataku di selembar kertas berwarna merah muda. Sembari menunggu surat tilangku selesai, aku melihat secarik kertas yang dilaminating, kertas itu bertuliskan pelanggaran dan denda yang harus dibayar. Untuk pelanggaranku di sana tertulis Rp. 250.000,-. Aku dan teh Leni kaget setengah mati, ya,, untuk ukuran mahasiswi, 10 ribu z terasa 10.000.000 apalagi 250.000, hehehe.. hemh,,, ya sudah lah,, ini konsekuensi yang harus aku bayar, mungkin.. Aku pun pergi meninggalkan pos itu. Aku cerita ke setiap orang yang aku temui. Dan mereka bilang “koq kamu bangga sih??”. He, sebenarnya bukan bangga sih,, cuman pengen bilang-bilang za.. heuheu.. Lalu dari data yang aku peroleh, he, skripsi kalee,, katanya dendanya g kan lebih dari 50ribu. Hem, bebanku mulai agak berkurang, namun teh Leni sepertinya masih dibayang-bayangi rasa bersalah, dia menyelipkan uang 100ribu ke saku seragamku. Aku pun kaget, sepontan aku mengembalikannya dan meyakinkan dia bahwa dendanya ga kan sebesar itu. Aku pun berjanji akan mengajaknya di persidangan nanti, 2 minggu lagi.
Hari itu pun tiba, Selasa 28 Desember 2010, jam 9 tepat kami tiba di polrestabes Bandung. Dan kami dikagetkan oleh sejumlah sepeda motor yang berjenjreng sepanjang jalan kenangan, he, jalan LRE Martadinata yang deket polres –penulis ga tau nama jalan itu-.
“Pit, kq banyakan?! Kirain Cuma kita..” kata teh Leni.
“iya teh,, gapapa atuh jadi ga sendirian”, jawabku.
Dan ternyata kiiiitaaaaa..... ga sendirian banget!! Ada mungkin ratusan orang yang ngantri di pintu masuk ruang persidangan (bahkan katanya mpe 2000 orang). Hufh,,, curiga g kan pulang cepet nie. Kecurigaanku itu terbukti, kami pulang pukul 3 tepat!! Proses yang berbelit-belit membuat kami –para pelanggar peraturan pemerintah- harus mengorbankan sejumlah waktu dan tenaga. Untuk keterangan lebih lanjut, mari kita simak prosenya:
1. Masuk melalui pintu masuk –he, ya iya lah..!- kalau banyak orang, terpaksa mengantri sekitar 15-30 menit.
2. Setelah masuk, cek surat tilang kita, nomornya dan barang bukti yang disita. Kalau tidak salah ruang sidang disana diberi nama seperti nama pewayangan, nakula, sadewa, etc.
3. Kalau masih ragu, tanyakan ke petugas yang ada –kalau ada- dan jangan sambil ngotot ya, hehe.. jangan sampai kaya aku. Masuk keruangan yang salah trus selama 1 jam terhimpit di antara bapak-bapak. Untungnya mereka nyadar ada cwe cantik yang terselip di antara mereka jadi mereka agak memberikan ruang untuk bernafas. Dan aku diberi tempat duduk. Hehe,, bangganya jadi cwe, hihihi..
4. Kalau memang ruang sidangnya benar, maka tunggulah 3-4 jam lagi sampai nama kita dipanggil.
5. Setelah dipanggil, segeralah menghampiri petugas yang memanggil kita itu, dan dalam sekejap saja –kurang dari 1 menit- barang bukti yang disita dapat kita ambil dengan menukarnya dengan sejumlah uang, kalau aku sih 30 ribu.
6. Abiz tuh beres deh...
Singkat kan. Sebenarnya prosesnya cepet cuman berbelit-belit dan banyak kesalahan, kurang koordinator, g da petugas informasi, dan calo yang bikin “panas”. Gimana g bikin “panas”, mereka nyerobot z gitu mendahului kami yang udah ngantri berjam-jam yang lalu. Komentar-komentar meletus dari mulut para pengantri yang menghujam petugas di sana. “atur donk pa, kalian kan polisi!”, “jangan mau makan duitnya aja donk, koordinir yang bener!”, “pa, laper pa!”, “kita mu kerja pa!”, dan masih banyak lagi komentar-komentar ga jelas, luapan dari kekesalan mereka. Hehe, aku hanya tertawa di bangku tunggu persidangan. Sebenarnya banyak hal yang terjadi sebelum proses persidangan itu. Dari yang menarik ampe yang ngejengkelin, ada di sana. Pengalaman yang patut dicoba, he.. tapi kalau yang punya serangan jantung, asma dan yang gampang pingsan, harap jangan mencobanya coz di sana ga da petugas medis yang menjamin keselamatan kita, hehehe, kaya nuntun konser z.
No comments:
Post a Comment